Awal Mula Adanya Masker

Riwayat penggunaan masker telah terekam sejak ratusan tahun silam, terlebih ketika masyarakat dunia tengah menghadapi wabah. Kini pun begitu, pemakaian masker sudah menjadi bagian dari keseharian demi mencegah laju penyebaran virus corona

Sejarawan, Bonnie Triyana mengungkapkan masker tertua yang dapat terlacak dimulai di Eropa pada abad ke-17. Menurut dia, kala itu masker yang digunakan menyerupai paruh burung dan dipakai untuk menghadapi penyakit yang tengah mewabah.

"Masker ini digunakan karena memang waktu itu juga ada wabah ya menghindari penyebaran penyakit dari udara, dan di dalam paruhnya itu biasanya diisi sama herbs gitu jadi kayak rempah," terang Bonnie dalam diskusi di Graha BNPB, Jakarta yang ditayangkan secara daring, Jumat (28/8).

Selain itu Bonnie mengatakan, bahan masker masa itu belum seperti sekarang. Dulu, masker dibuat dari bahan-bahan terbatas, seperti wol yang tipis hingga kain kasa.

"Ya seadanya dibikin, seadanya itu misalkan dari rajutan bahan, rajutan kaos kaki, atau dari perban, atau dari kain kasa," tutur dia lagi.

Sementara bentuk masker berangsur berubah saat wabah Flu Spanyol 1918, nyaris menyerupai masker yang kini ada.

"Nggak kayak paruh burung lagi, jadi bentuknya itu yang kalau kita lihat ini, hampir mirip-mirip karena dia [masker saat itu] bisa bergerak begitu, jadi kalau berbicara, bisa gerak-gerak [maskernya]," tambah Bonnie.

Penggunaan masker selama pandemi Covid-19 ini menjadi bagian dari protokol kesehatan yang wajib diterapkan setiap kali bepergian dari rumah. Baik itu di ruang publik, maupun dalam pertemuan tertutup. Langkah ini diyakini menjadi salah satu cara untuk mengerem laju penularan Covid-19.


Bertolok pada sejarah, respons masyarakat di berbagai negara dunia terhadap penggunaan masker pun beragam dan berubah-ubah. Bonnie mencontohkan, di Amerika Utara orang memilih untuk mematuhi imbauan penggunaan masker.

Rekam Jejak Kepatuhan Penggunaan Masker

"Kalau di Amerika Utara mereka menerima itu sebagai sebuah kewajiban dan cara untuk menjaga apa solidaritas kemanusiaan supaya mencegah penyebaran ya apa wabah pandemi Flu Spanyol," terang Bonnie.

Berbeda dengan masyarakat di Kanada yang cenderung abai terhadap pemakaian masker. "Walaupun mandatori, diwajibkan, mereka bandel. Mereka tidak memakai. Di salah satu tulisan disebutkan kalau ada polisi, baru dipakai. Jadi kalau ada razia gitu baru dipakai, tingkat kesadarannya tu rendah. Karena mereka merasa tidak nyaman dan menganggap masker suatu hal yang aneh," kata dia.

Kendati begitu, Bonnie mengaku tak menemukan catatan sejarah yang menjelaskan soal penggunaan ataupun manfaat masker di Indonesia kala itu. Hanya saja, ia mengungkapkan, tindakan seperti lockdown (penguncian wilayah) dan pembatasan sosial sudah pernah diterapkan sebelumnya.

"Tapi kalau cara-cara untuk mencegah misalkan dalam bahasa sekarang lockdown atau PSBB [Pembatasan Sosial Berskala Besar] itu juga dulu ada pernah ada tindakan demikian, misalkan satu desa kalau ada yang kena wabah, itu tidak boleh ke mana-mana harus tetap tinggal di rumah itu sudah ada."

Perbedaan respons akan penggunaan masker menurut Bonnie, turut dipengaruhi oleh tingkat pemahaman dan pengetahuan terhadap wabah yang terjadi.

"Kalau melihat sejarah kebanyakan respons dari masyarakat itu kan sangat tergantung pada tingkat pemahaman mereka yang juga sangat tergantung pada pengetahuan mereka atas wabah yang terjadi itu, semakin mereka tidak tahu kan semakin mereka abai," tutur Bonnie.

Karena itu ia pun menyarankan penggunaan cara-cara yang lebih kreatif dan menyenangkan guna menumbuhkan kesadaran akan wabah.

"Mungkin pentingnya sekarang kerja sama komunitas, kemudian dengan pemerintah, sama-sama untuk mendorong kesadaran masyarakat dalam mencegah Covid-19. Ini tidak hanya soal pakai masker, tapi juga cuci tangan, menjaga sanitasi dan tidak melakukan hal-hal yang berpotensi ke arah penyebaran," pungkas dia.

Komentar